Perguruan Tinggi Bukan Tempat Ilmu

  • Sep 01, 2023
  • Info Batuputih

Desa adalah peran penunjang kemajuan sebuah negara, indonesia akan makmur jika di desanya terawat dan terkelola dengan tepat. namun desa tidak bisa berkembang hanya dengan mengandalkan pemerintah desa, pemuda harus ikut andil dalam menggardai sebuah kemajuan desa, maka dari itu sangatlah penting pendidikan desa untuk tetap di dorong dan di fasilitasi dengan benar utamanya bagi warga yang memiliki keterbatasan ekonomi. 

Putusnya pendidikan pemuda di desa, sangat menjadi keraguan bagi saya pribadi untuk kemajuan desa, selain faktor ekonomi hari ini ada yang lebih sulit lagi untuk mengkawal pendidikan yaitu faktor mendet yang tetap memakai pemikiran kuno dengan bahasa yang sangat klise.

"Sekolah gak usa tinggi tinggi, ujung ujungnya akan turun ke sawah." bahasa ini masih mengakar kuat di desa kami, apalagi desa kami termasuk desa yang kental dengan lingkungan pesantren sehingga pendidikan umum seakan bersifat horor untuk di sebut sebagai tempat ilmu, saya tidak pernah menyalahkan lingkungan kepesantrenan yang di pegang erat warga, namun pandangan mereka terhadap ilmu umum yang sangat saya resahkan bahkan saya kawatirkan desa akan mudah di jadikan alat politik bagi orang-orang yang memiliki kepentingan pribadi. 

Anak-anak lulusan Sekolah Dasar (SD) sukur-sukur jika melanjutkan Sekolahnya ke Pesantren apa lagi sampai keluar kota, namun di sayangkan terkadang tidak selang berapa lama hanya sekedar mencicipi dunia pesantren dengan rentan waktu 3 sampai enam tahun, padahal suatu yang sangat berharga seandainya santri ter akomodir untuk melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Karena pendidikan tinggi yang di dasari dengan ilmu kepesantrenan adalah hal yang luar biasa.

Hari ini Pemimpin Pemerintahan dan Wakil-wakil Rakyat saatnya di kendalikan oleh orang-orang yang memiliki benteng Ilmu Pesantren. Jika Santri hanya mencukupkan Pendidikannya di SMA dan SMP,  apalagi cuman cukup di Sekolah Dasar, maka jangan salahkan siapa-siapa jika nanti Pemimpin kita hanya memiliki program bangun jalan, dan bagi-bagi beras itupun kalo kita kerabat dekatnyaatau tim kemenangannya. 

Anak desa itu sudah pasti religiusnya tinggi apalagi di perdalam lagi di pesantren, anak desa itu tingkat nasionalisnya besar, jangankan pada negeri ini pada Desa tempat tinggalnya pun dia sangat mencintainya apalagi kalau di perdalam di perguruan tinggi.

 

Jika pemudah tidak berfikir kesitu maka  tetaplah mereka yang menjadi pemegang kekuasaan Negeri kita, daerah kita, kota kita, bahkan bahkan desa kita. 

Pengasuh ke dua Pondok Pesantren Salafia Syafi'iya Sukerejo Situbondo Alm KHR As'ad Syamsul Arifin pernah dauh, pada santrinya bahwa "Santri bukan hanya cadangan pesantren namun satri juga cadangan pemerintah".

Sebuah pesantren salaf mempunyai tritmen seperti itu sungguh sangat luarbiasa menasionalkan pemikiran santri. karna memang sangat penting keberadaan santri di dalam sebuah pemerintahan. selain sebagai peran bagi bangsa ia juga penjaga pesantren pesantren yang berdirih kokoh di negri ini. 

Guru saya juga pernah berpesan. Kh. Badrud Tamam, Bupati Pamekasan yang sekaligus juga keturunan dari As-Syahidul kabir Yakni k jufri Marzuki. "Saya ingin punya santri yang kalau siang gagah dengan celananya dan sepatunya, kalau malam mulya dengan sarung dan pecinya." artinya beliau sangant memimpikan Santri yang siangnya mengabdikan diri untuk rakyat, dan malamnya mengabdikan diri pada Allah.

Pemeran yang memahami karakteristik dan kondisi sebuah desa adalah orang orang yang lahir dan hidup di desa. maka sangat di perlukan anak desa yang menjadi pemeran di situ, pemeran yang jiwa kepedulian dan kepribadiannya yang mengutamakan adab, kejujuran, dan tanggung jawab tiada lain lahir dari pesantren, maka sudah sepatutnya di Era Moral yang mulai merosot. santri pula yang menduduki kursi kepemerintahan. dan peran berpengaruh di Negara kita dari beberapa sejarah pembaharuan di Indonesia tiada lain ada di tangana pemudah. maka kongkritlah jika manakala hari ini pemuda yang berbasis santri lahir dari dan hidup di desa menggantikan estafet kepemimpinan di bangsa kita Indonesia. sudah saatnya Religius, Nasionalis, dan kesederhanaan menjadi garda terdepan untuk mengkawal majunya negri ini, dan itu hanya ada pada karakter Satri Desa yang menghargai pendidikan apapun bentuknya.

pesan Kami jangan jadikan pendidikan untuk mengejar sebuah pekerjaan namun jadikan pendidikan untuk alat kebermanfaatan.

maka sangat penting para pelajar yang berasal dari desa untuk tetap melanjutkan pendidikannya sampai ke perguruan tinggi.  buanglah kata kata "ta' kera deddhi apa kea" 
apapun posisimu nanti di desa, pendidikan akan membedakan hasil usahamu menjadi yang terbaik, walaupun yang kau kerjakan sama saja dengan yang lain. (penulis : Imam Hasan Sya'rani)