Tim Penanganan ATS Desa Kutorenon Dukung Program Belajar 13 Tahun dengan Ikuti FGD di Dikbud Lumajang

  • Nov 20, 2024
  • Kim Kutorenon
  • Pendidikan

Kutorenon KIM – Tim penanganan Anak Tidak Sekolah (ATS) Desa Kutorenon telah  mengikuti Focus Group Discussion (FGD) atau metode pengumpulan data hasil verifikasi dan rekonsiliasi ATS yang telah diberikan oleh Diknas kepada masing-masing desa se-Kabupaten Lumajang. Kegiatan tersebut sebagai survey dalam rangka melakukan kesiapan Pemerintah Daerah terhadap kebijakan wajib belajar 13 tahun, serta untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Lumajang.

Kegiatan FGD berupa verifikasi dan konsolidasi ATS tersebut diikuti oleh semua desa se-Kabupatan Lumajang sesuai dengan jadwal undangan yang telah ditentukan, dan kegiatan tersebut dilaksanakan di aula Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang berada di Kawasan Wonorejo Terpadu (KWT) Lumajang.

Menurut operator ATS Desa Kutorenon, Junaedi Abdillah, bahwa verivikasi ATS hanya bisa dilakukan oleh operator ATS desa melalui aplikasi “Verval DO dan LTM”dengan data ATS yang telah disediakan oleh Dikbud Kabupaten Lumajang.

“Tim penanganan ATS desa terdiri dari 4 unsur, yaitu unsur perangkat desa, unsur TP PKK, himpaudi, dan PKBM, dan verivikasi data ATS dilakukan oleh perangkat desa sebagai operator ATS,”ujar Junaedi saat dimintai keterangan setelah mengikuti kegiatan FGD. Rabu (20/11/2024)

Junaedi menjelaskan, bahwa bentuk ATS ada tiga macam, ada anak yang tidak sama sekali mendapatkan layanan pendidikan (BPB), ada juga anak yang putus sekolah ditengah proses jenjang pendidikanya (DO), dan ada juga anak yang lulus sekolah tetapi tidak melanjutkan ke jenjang berikutnya (LTM).

“Saat verval data ATS membutuhkan keterangan yang jelas dari pihak keluarga, tentang alasan tidak pernah bersekolah, alasan putus sekolah, dan alasan setelah lulus sekolah kok tidak melanjutkan ke jenjang berikutnya,”jelasnya.

Junaedi juga menambahkan, dari data ATS Dikbus Kabupaten Lumajang, ATS Desa Kutorenon terdapat 40 anak tidak bersekolah, dengan rincian 13 anak putus sekolah atau DO, 20 anak belum pernah bersekolah atau BPB, dan 7 anak setelah lulus tidak melanjutkan ke jenjang berikutnya atau LTM.

“Dari 40 data ATS Desa Kutorenon setelah diverivikasi dan validasi ternyata banyak yang beralasan karena pindah sekolah, dipondokan, sudah bekerja, dan pindah domisili,”imbuhnya.

Junaedi berharap semoga generasi milenial Desa Kutorenon kesadaran pendidikanya semakin meningkat dengan mengikuti program wajib belajar 13 tahun yang akan dicanangkan di tahun 2025 nanti. (KIM Kutorenon/Juna)