Dunia Metaverse, Hidup atau Mati?

  • Jul 26, 2025
  • Firdaus
  • Informasi

 

Dalam beberapa tahun terakhir, istilah metaverse sempat menjadi sorotan global sebagai masa depan internet yang menjanjikan. Digambarkan sebagai dunia virtual tiga dimensi yang imersif, metaverse diperkirakan akan mengubah cara manusia bekerja, belajar, bermain, hingga berinteraksi sosial. Namun, setelah euforia awal dan berbagai investasi besar dari perusahaan teknologi, kini muncul pertanyaan krusial: apakah metaverse benar-benar hidup atau justru mendekati titik mati?

Harapan yang Tinggi

Saat pertama kali diperkenalkan secara luas oleh perusahaan teknologi seperti Meta (Facebook), Microsoft, dan lainnya, metaverse digambarkan sebagai revolusi digital berikutnya. Dunia virtual di mana pengguna bisa hadir secara digital melalui avatar, membeli properti virtual, mengikuti konser, atau menghadiri rapat kerja dari ruang virtual tampak seperti masa depan yang tak terelakkan.

Berbagai perusahaan teknologi global menggelontorkan miliaran dolar untuk mengembangkan perangkat keras seperti headset virtual reality (VR), augmented reality (AR), serta platform digital yang mendukung dunia metaverse.

Realita Tak Seindah Ekspektasi

Namun memasuki pertengahan 2025, gaung metaverse tampak mulai meredup. Banyak pengguna mulai mempertanyakan manfaat nyata dari dunia virtual tersebut. Sejumlah proyek besar bahkan dihentikan atau dialihkan ke teknologi lain, seperti kecerdasan buatan (AI) dan internet 6G yang dianggap lebih aplikatif dan bermanfaat langsung dalam kehidupan sehari-hari.

Banyak kalangan menyebut bahwa hambatan utama metaverse adalah keterbatasan teknologi dan tingginya biaya akses. Perangkat VR yang mahal, koneksi internet berkecepatan tinggi yang belum merata, serta kurangnya konten berkualitas membuat masyarakat umum enggan beralih ke metaverse.

“Dulu saya sempat antusias beli headset VR karena tergiur konsep metaverse, tapi lama-lama bosan. Kontennya sedikit dan terlalu berat dijalankan,” ujar Denny, mahasiswa IT di Malang.

Bangkit Kembali?

Meski mengalami penurunan minat, metaverse belum sepenuhnya mati. Justru dalam skala terbatas, dunia virtual ini berkembang secara bertahap di sektor pendidikan, pelatihan militer, desain arsitektur, hingga kesehatan. Universitas tertentu di luar negeri sudah menggunakan ruang kelas virtual, dan perusahaan mulai mengembangkan simulasi pelatihan kerja berbasis VR.

Selain itu, penggabungan teknologi AI dengan metaverse membuka potensi baru. AI dapat menciptakan avatar cerdas, dunia yang lebih dinamis, serta interaksi lebih manusiawi yang selama ini menjadi kelemahan utama metaverse.

“Metaverse belum mati, hanya sedang mencari bentuk yang tepat untuk diterapkan,” jelas Fadli, pakar teknologi digital dari Universitas Negeri Malang. “Ketika teknologi pendukung sudah matang, metaverse bisa jadi relevan kembali.”

Jalan Panjang ke Depan

Pertanyaan apakah metaverse hidup atau mati sebenarnya belum dapat dijawab secara mutlak. Yang pasti, masa depan metaverse tidak secepat atau semegah yang dibayangkan lima tahun lalu. Dunia virtual ini masih menghadapi banyak tantangan, baik dari sisi teknologi, sosial, maupun ekonomi.

Namun seperti banyak inovasi besar lainnya, metaverse membutuhkan waktu, pengembangan yang bijak, serta adaptasi yang realistis. Entah akan menjadi tulang punggung interaksi digital atau hanya tinggal sebagai jejak ambisi masa lalu, metaverse masih menyimpan kemungkinan untuk bangkit kembali—dengan bentuk dan tujuan yang lebih jelas.