Ruwatan Desa Tulusbesar: Warisan Sakral Penolak Bala dan Penjaga Harmoni Alam
- Jul 05, 2025
- Hafidz Nuriansyah
- SENI BUDAYA



Menjaga Keseimbangan Batin dan Alam Melalui Tradisi Ruwatan
Tradisi adalah cara suatu masyarakat menjaga warisan, menghidupkan kembali nilai-nilai leluhur, dan membangun jembatan spiritual antara masa lalu, masa kini, dan masa depan. Salah satu tradisi sakral yang terus hidup di tengah masyarakat Desa Tulusbesar, Kecamatan Tumpang, adalah Ruwatan Desa, sebuah prosesi adat yang dilaksanakan sebagai bentuk tolak bala, pembersihan lahir-batin desa, sekaligus wujud syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia kehidupan dan hasil bumi.
Ruwatan Desa Tulusbesar tahun ini digelar pada Sabtu, 5 Juli 2025, bertepatan dengan malam 10 Muharram 1447 H. Kegiatan ini dilaksanakan setelah prosesi nyekar ke punden para leluhur, dan dipimpin langsung oleh Ki Sholeh Adi Pramono, Ketua Adat Desa Tulusbesar sekaligus Pengasuh Padepokan Mangun Dharmo. Prosesi ini diikuti oleh Kepala Desa Tulusbesar, Perangkat Desa, BPD, lembaga desa, serta tokoh masyarakat dan tokoh adat setempat.
Dalam tradisi ruwatan, berbagai bentuk tumpeng, jenang, dan air dari sumber alami disiapkan sebagai simbolisasi spiritual yang sarat makna:
Ragam Tumpeng dalam Ruwatan:
Tumpeng Megono – melambangkan keberlimpahan hasil bumi
Tumpeng Golong – simbol tekad dan kebulatan niat
Tumpeng Kendit – sebagai batas atau penahan marabahaya
Tumpeng Robyong – lambang permohonan keselamatan dan rezeki
Tumpeng Tulak – untuk menolak bala dan gangguan gaib
Tumpeng Tutul – penolak penyakit dan energi buruk
Tumpeng Lawar – simbol keharmonisan sosial
Tumpeng Kabuli – sebagai wujud syukur atas terkabulnya doa
Tumpeng Sewu – melambangkan doa dan harapan dari seluruh warga
Jenis Jenang Tulak Sengkolo:
Jenang Sengkolo – menolak nasib buruk
Jenang Siring – penjaga sisi dan arah kehidupan
Jenang Boro-Boro – untuk meredam konflik
Jenang Palang – sebagai penangkal bahaya
Jenang Panca Warna – perlambang kerukunan dan keberagaman
Banyu (Air) Sakral yang digunakan:
Banyu Sumber Pitu – air dari tujuh mata air sebagai simbol kesucian dan penyucian
Banyu Tempuran Kali – air dari pertemuan dua aliran sungai, melambangkan penyatuan kekuatan alam
Ritual ini tidak hanya bermakna simbolik, tetapi juga mencerminkan filosofi Jawa yang mengajarkan pentingnya menjaga hubungan selaras antara manusia, alam, dan Sang Pencipta. Ruwatan menjadi media spiritual untuk membersihkan diri dari “sengkolo” (halangan atau malapetaka) dan membuka pintu harapan agar Desa Tulusbesar selalu berada dalam naungan keselamatan, kemakmuran, dan kedamaian.
Lebih dari sekadar seremoni, Ruwatan Desa merupakan bentuk nyata pelestarian kearifan lokal yang telah diwariskan secara turun-temurun. Tradisi ini menjadi identitas kultural yang memperkaya kehidupan masyarakat desa dan memperkuat nilai-nilai gotong royong serta kebersamaan antarwarga.