Metode Penentuan Hari Raya Idul Fitri: Hisab dan Rukyat

  • Mar 22, 2025
  • Abdilla Mahardika
  • KEAGAMAAN

Jambangan, 22 Maret 2025, - Hari Raya Idul Fitri merupakan salah satu momen penting bagi umat Islam di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Penentuan tanggal 1 Syawal, yang menandai berakhirnya bulan Ramadhan dan dimulainya Idul Fitri, dilakukan dengan menggunakan dua metode utama, yaitu hisab dan rukyat. Kedua metode ini menjadi pedoman bagi umat Islam di Indonesia, terutama dalam mengikuti keputusan yang dibuat oleh dua organisasi Islam terbesar, yaitu Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.

Metode Hisab: Perhitungan Astronomis

Metode hisab adalah cara penentuan awal bulan Hijriah berdasarkan perhitungan astronomi. Dalam metode ini, posisi bulan dihitung secara matematis untuk menentukan apakah hilal (bulan sabit pertama) sudah muncul setelah matahari terbenam pada hari ke-29 bulan Ramadhan.

Muhammadiyah adalah salah satu organisasi Islam yang menggunakan metode hisab dalam menentukan awal bulan Hijriah, termasuk 1 Syawal. Dengan hisab, hasil perhitungan bisa diketahui jauh sebelum hari penentuan. Jika perhitungan menunjukkan bahwa hilal sudah berada di atas ketinggian minimal yang ditetapkan (kriteria Imkanur Rukyat), maka keesokan harinya akan ditetapkan sebagai 1 Syawal.

Keunggulan metode hisab adalah sifatnya yang pasti dan tidak bergantung pada cuaca atau kondisi atmosfer, karena perhitungan dilakukan secara matematis dan ilmiah. Oleh karena itu, Muhammadiyah sering kali sudah mengumumkan tanggal Idul Fitri jauh-jauh hari sebelum pemerintah melakukan sidang isbat.

Metode Rukyat: Pengamatan Hilal Secara Langsung

Metode rukyat dilakukan dengan cara mengamati langsung hilal di berbagai lokasi strategis setelah matahari terbenam pada tanggal 29 Ramadhan. Jika hilal terlihat, maka keesokan harinya ditetapkan sebagai Hari Raya Idul Fitri. Namun, jika hilal belum terlihat, maka bulan Ramadhan digenapkan menjadi 30 hari, dan Idul Fitri jatuh pada hari berikutnya.

Nahdlatul Ulama (NU) lebih cenderung menggunakan metode rukyat dalam penentuan awal bulan, sesuai dengan hadis Nabi Muhammad SAW yang menyatakan:

"Berpuasalah kalian jika melihat hilal dan berbukalah jika melihatnya. Jika hilal tertutup mendung, maka sempurnakanlah (istikmal) bulan Sya’ban menjadi 30 hari." (HR. Bukhari dan Muslim).

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama (Kemenag) juga menggunakan metode rukyat yang dikombinasikan dengan hisab. Hasil rukyat yang dilakukan di berbagai titik pengamatan di Indonesia kemudian dibahas dalam Sidang Isbat, yang dihadiri oleh berbagai perwakilan ormas Islam, ahli astronomi, dan ulama.

Perbedaan dan Potensi Perbedaan Hari Raya

Karena perbedaan metode antara hisab dan rukyat, terkadang terjadi perbedaan dalam penetapan Hari Raya Idul Fitri di Indonesia. Muhammadiyah yang menggunakan hisab dapat menetapkan tanggal 1 Syawal lebih awal dibandingkan NU atau pemerintah yang menunggu hasil rukyat.

Meski demikian, perbedaan ini seharusnya tidak menjadi sumber perpecahan, melainkan menunjukkan kekayaan keilmuan Islam dalam memahami dan menafsirkan penanggalan Hijriah. Umat Islam di Indonesia diharapkan tetap menghormati perbedaan ini dan merayakan Idul Fitri dengan semangat persatuan dan kebersamaan.

Dengan adanya dua metode ini, umat Islam memiliki pilihan dalam menentukan hari raya sesuai dengan keyakinan masing-masing, sambil tetap menjunjung tinggi nilai toleransi dan ukhuwah Islamiyah.