Dampak Negatif Teknologi AI di Media Sosial: Ketika Teknologi AI Dijadikan Alat Untuk Konten Penipuan Dan Adu-domba
- Apr 16, 2025
- Abdilla Mahardika
- EDUKASI DAN LITERASI

Dampak Negatif Teknologi AI di Media Sosial: Antara Kemajuan dan Ancaman Baru
Perkembangan teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) telah membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk di dunia media sosial. Di satu sisi, teknologi ini memberikan kemudahan dalam mengakses informasi, berkomunikasi, dan menyajikan konten yang menarik. Namun, di sisi lain, teknologi AI juga membawa dampak negatif yang sangat meresahkan, terutama ketika disalahgunakan untuk tujuan penipuan, fitnah, hingga penghasutan.
Salah satu dampak paling nyata dan berbahaya dari penggunaan AI di media sosial adalah penyalahgunaan teknologi deepfake. Deepfake adalah teknologi yang memungkinkan manipulasi gambar, suara, dan video seseorang secara sangat realistis menggunakan AI, sehingga membuat konten palsu seolah-olah tampak benar-benar asli. Celakanya, kemajuan teknologi ini kini begitu pesat sehingga hasil manipulasi video atau suara sangat sulit dibedakan dari yang asli oleh mata awam.
Banyak modus penipuan yang kini menggunakan teknik ini. Foto, nama, dan bahkan suara serta gerakan tokoh publik seperti artis, tokoh masyarakat, bahkan pejabat tinggi negara digunakan untuk membuat konten palsu yang bertujuan menipu masyarakat. Contoh terbaru yang sempat menggemparkan adalah beredarnya video yang seolah-olah menampilkan Gubernur Jawa Timur, Ibu Khofifah Indar Parawansa, menawarkan program sepeda motor murah. Video ini terlihat meyakinkan karena dibuat dengan menggabungkan gambar dan suara secara sinkron menggunakan AI, padahal program tersebut sama sekali tidak pernah diluncurkan oleh beliau. Bagi masyarakat awam, konten seperti ini sangat menggiurkan dan mudah dipercaya, padahal ujungnya adalah modus penipuan.
Selain digunakan untuk penipuan, AI juga disalahgunakan untuk membuat video yang menyudutkan seseorang dengan memanipulasi suara dan ucapan. Seorang tokoh bisa ditampilkan seolah-olah mengucapkan kalimat yang tidak pernah ia katakan. Suara asli dihapus dan digantikan dengan suara sintetis yang sangat mirip. Ini adalah bentuk kejahatan digital yang sangat berbahaya karena bisa merusak reputasi, memicu perpecahan, dan menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Sayangnya, tidak semua orang memiliki kemampuan literasi digital yang cukup untuk menyaring informasi. Masih banyak masyarakat yang langsung percaya terhadap konten-konten yang beredar di media sosial tanpa memverifikasi kebenarannya.
Bahaya lainnya adalah konten fitnah dan adu domba yang sengaja disebarluaskan menggunakan teknologi AI. Video atau audio manipulatif ini dapat memicu konflik antar kelompok, merusak hubungan sosial, bahkan mengancam stabilitas nasional. Yang lebih memprihatinkan, konten semacam ini kerap viral karena memanfaatkan algoritma media sosial yang cenderung memprioritaskan konten sensasional.
Melihat fenomena ini, peran edukasi menjadi sangat penting. Pemerintah, lembaga pendidikan, organisasi masyarakat, dan media harus aktif memberikan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya penyalahgunaan AI. Literasi digital harus ditingkatkan, terutama di kalangan masyarakat desa atau mereka yang belum terbiasa dengan dunia digital. Masyarakat perlu diajarkan cara membedakan informasi yang benar dan hoaks, serta bagaimana melaporkan konten-konten yang mencurigakan.
Pemerintah dan platform media sosial juga harus meningkatkan pengawasan dan memperketat regulasi terhadap penyebaran konten berbasis AI. Penggunaan teknologi AI yang melanggar hukum dan merugikan pihak lain harus dikenai sanksi tegas, baik secara pidana maupun perdata.
Sebagai penutup, harapan kita bersama adalah agar masyarakat Indonesia semakin cerdas dan kritis dalam menggunakan media sosial. Jangan mudah percaya pada setiap informasi yang beredar, terlebih jika menyangkut tokoh penting atau janji-janji yang terlalu menggiurkan. Saring sebelum sharing, dan selalu cek fakta sebelum menyebarkan informasi. Dengan demikian, kita dapat mencegah penyebaran hoaks dan menjaga kerukunan serta ketertiban di tengah masyarakat yang semakin digital.