Ramadhan dan Konsumsi Masyarakat

  • Mar 18, 2025
  • Kompasnagari.kim.id
  • Informasi Umum, Agama, Adat & Budaya

Oleh : Haridman

Setiap kedatangan bulan ramadan tidak saja disambut gembira oleh kaum muslimin, tetapi juga disambut antusias oleh para pedagang, hal ini kadang diikuti dengan bergeraknya harga-harga sembako. Kenaikan harga sembako merupakan menu rutin yang menjadi perilaku yang setiap tahun terus berulang.

Dalam teori ekonomi sederhana, ketika permintaan naik maka akibatnya harga-harga terdongkrak naik, sehingganya stok persediaan terkuras dan membuat pasar berdenyut liar. Seperti beberapa hari belakangan menyambut ramadhan harga kebutuhan beberapa bahan pokok ikut bergerak naik.

Pemerintah memang perlu melakukan intervensi pasar untuk mengendalikan lonjakan harga dan mengendalikan laju inflasi. Mengantisipasi perilaku pasar yang tiba-tiba berubah Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan bergerak cepat dengan melakukan cek harga-harga sembako.

Pantauan kami pada beberapa pasar tradisional, seperti Pasar Kambang, Pasar Surantih, Pasar Batang Kapas, Pasar Painan dan Pasar Baru Bayang serta Pasar Tarusan, seminggu jelang Ramadan memang ada sedikit kenaikan harga kebutuhan pokok komoditi ternak, namun belum terjadi peningkatan signifikan.

Seharusnya Ramadan justru meredam inflasi, karena saat orang berpuasa, logikanya terjadi penurunan permintaan (demand). Karena pada kondisi tidak berpuasa orang membutuhkan asupan 3 kali makanan sehari semalam dalam kondisi dan takaran yang dibutuhkan tubuh, namun pada saat berpuasa maka nyaris tubuh diberi suply makanan porsi besar pada saat berbuka saja, sementara pada saat sahur biasanya selera makan sangat rendah sehingga aktivitas makan dilakukan seadanya.

Kondisi seperti ini seharusnya makin menghemat kebutuhan bahan pokok karenanya sangat tidak masuk akal jika selama Ramadan terjadi permintaan
besar yang melebihi kondisi biasanya. Namun fakta yang terjadi justru sebaliknya, terjadi peningkatan permintaan terhadap sembako dan bahan-bahan kebutuhan lainnya.Masyarakat tidak usah berlebih-lebihan selama pelaksanaan ibadah puasa. Karena itu, saatnya memaknai Ramadan sebagai
bulan yang berkah, rahmad dan magfirah tidak hanya secara kontektual tetapi praksis.

Didalam pemaknaan inilah seharusnya perilaku juga bergerak kearah yang lebih positif, terutama puasa tidak hanya sekedar memindahkan jadwal makan saja, karena pada prakteknya, kebanyakan dari kita memang berusaha menampilkan beragam menu untuk keperluan berbuka, namun pada akhirnya menu-menu tersebut tidak sepenuhnya dapat dimanfaatkan. Bahkan, terjadi pemborosan karena makanan yang disajikan melebihi kebutuhan dan cendrung mubazir. Oleh karenanya pesan ramadhan gubernur hendaknya bisa dikunyah-kunyah sebagai sentilan bagi kita kaum muslimin yang terlalu memaksakan dan cendrung berlebih-lebihan itu.

Jika sikap ini bisa dienyahkan, tentunya dengan berpuasa dan dilakukan dengan sederhana, tidak merubah pola dan menu komsumsi, maka sikap ini menjadi salah satu solusi agar mekanisme pasar dapat bekerja dalam kondisi normal. Adalah kebiasaan yang sulit diubah, karena sudah berurat berakar, jika saat-saat menjelang berbuka segala jenis hidangan tersaji, namuan kapastitas perut yang terbatas menjadi alasan mengapa kebiasaan yang salah perlu dirubah.

Religiusitas, konsumerisme terjadi begitu saja karenanya perlu upayakolektif untuk memulai menatanya tentu saja semua ini berawal dari individu-individu. Terlepas apakah ramadhan memang dimaknai sebagai bulan yang perlu disambut dan dimeriahkan dengan mengubah pola makan dengan menu yang serba wah, lalu kemudian melupakan hakiki ramadhan, semuanya menjadi semu jika secara kontektual perilaku kita masih belum beranjak.

Tetapi alangkah indahnya jika dari sisi falsafah yang menjadi intipati ramadahan adalah hendak merasakan hakiki kemanusiaan sebagai hamba yang papa dan dhuafa. Disaat yang lain merasakan lapar tidak terperikan dalam waktu yang tidak berbatas, justru dengan cara inilah semua ummat muslim mempraktekkan lapar tampa terkecuali.

Namun, jauh dikhasanah kebathinan Ramadan makna yang bisa kita petik adalah bahwa Ramadan membawa pesan kesederhaan, keiklasan, kesantunan dan pelatihan yang sangat intensif bagi jiwa-jiwa muslim yang terpapar selama 11 bulan. Makanya, kedatangan Ramadahan dan pelaksanaan Ramadhan perlu disambut dan dijalankan dengan kesucian dan perilaku jiwa yang sederhana. Yang pada gilirannya kekuatiran akan melonjaknya harga sembako, dan dinamika ekonomi yang mengikutinya menjadi siklus biasa saja dan tidak merepotkan.