Mengenal Kecamatan IV Nagari Bayang Utara

  • Mar 27, 2025
  • Kompasnagari.kim.id
  • Informasi Umum

IV Nagari Bayang Utara atau Bayang Utara adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Pesisir SelatanSumatera BaratIndonesia. Dahulu Bayang Utara merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Bayang dan berdasarkan Tambo Adat Bayang merupakan Nagari Koto Nan Salapan. wilayah Bayang Utara ini berpusat di Asam Kumbang, nagari Pulut-Pulut, berbatasan dengan Alahan PanjangKabupaten Solok Selatan

Wilayah administratif

Kecamatan IV Nagari Bayang Utara meliputi empat nagari yaitu:

  1. Puluik-Puluik Selatan
  2. Puluik-Puluik

Di Puluik - Puluik yang paling dikenal adalah Jembatan Akar. 
Kampung Puluik Puluik, Kenagarian Puluik Puluik, Kecamatan IV Nagari Bayang Utara, Kabupaten Pesisir Selatan (sekitar 25 km dari Pasar Baru, Bayang).
Di sini telah dilahirkan seorang anak yang kemudian tumbuh menjadi manusia kreatif. Anak tersebut bernama Sokan, dan setelah dewasa akrab di panggil Pakiah Sokan.

Pakiah Sokan tinggal tidak jauh dari lokasi titian akar yang ada saat ini. Pada masa belia hingga beranjak dewasa otaknya selalu berfikir untuk memberikan solusi terhadap persoalan buruknya sarana transportasi di kampungnya. Yang paling mendesak menurutnya untuk segera ada adalah jembatan penghubung dari Puluik Puluik ke Lubuk Silau.

Saban waktu disaksikannya warga kampung yang juga tentu anak keponakannya sendiri di Lubuak Silau selalu menyeberangi sungai untuk pergi kepasar atau sekedar ke Puluik Puluik. Atau paling baik sarana yang ada pada saat itu adalah titian dari bambu belaka, setiap kali air sungai ini besar maka jembatan yang terbuat dari bambu ini akan terbawa arus air. Tidak hanya itu, penyeberangan seperti itu sangat membahayakan masyarakat.

Maka terfikirlah untuk membuat jembatan dari akar. Pakiah Sokan melakukan survei terhadap kayu yang memiliki akar kuat dan panjang, dan bisa menyatu satu sama lainnya. Di pelajarinya jenis kayu kayuan di hutan yang ada disekitar kampungnya. Setelah mematut matut apakah gerangan jenis kayu yang bisa dipergunakan untuk bahan pembuat jembatan, akhirnya pilihan jatuh pohon kubang dan beringin. Semuanya telah dengan pertimbangan sangat matang, mulai dari kekuatan pohon, kekuatan akar dan lain sebagainya.

Tahun 1916 Pakiah Sokan ini mulai menanam dua batang pohon tersebut. Masing masing ditanam secara berseberangan, di seberang sebelah Kampung Puluik Puluik ditanam pohon kubang dan diseberang sebelah dusun Lubuak Silau  di tanam  pohon beringin.

Semenjak ditanam pada tahun 1916 ini, dirawatlah pohon yang kemudian hari menjadi sangat terkenal. Setelah tumbuh dengan baik, maka di pasangnya bambu seperti jembatan sebelumnya dan setalah kayu yang ditanam beliau mulai besar dan akarnya mulai banyak, mulailah Pakiah Sokan menjalin (menganyam) akar ini satu persatu dan mengikuti titian bambu.

"Setiap hari angku Pakiah Sokan  menjalin akar demi akar dan sampai terjadinya jembatan akar ini. Pada tahun sembilan puluhan barulah jembatan akar ini di perkenalkan dan di jadikan objek wisata sampai saat ini. Jembatan akar ini sudah dikenali oleh wisatawan lokal dan sebagian wisatawan mancanegara," ungkap Riko Eka Putra" cucu Pakiah Sokan. Demikian titian akar Puluik Puluik.

         3. Koto Ranah

Koto Ranah adalah sebuah nagari di Kecamatan Bayang Utara, Pessel. Nagari ini termasuk nagari yang tua di kawasan Bayang setelah itu Pancuang Taba dan Muara Air. Nagari inipun memiliki keindahan alam (jembatan akar, ngalau dewa diantaranya) serta potensi pertanian dan perkebunan.
 

Bupati Pessel Nasrul Abit menyebutkan, nagari ini pernah menorehkan prestasi sebagai nagari terbaik di Pessel. Nagari ini memiliki keunggulan yakni warga disini masih mengandalkan gotongroyong sebagai modal pembangunan.
 

"sejumlah pembangunan fisik didaerah ini disokong oleh gotongroyong, misalnya jalan ke Bayang Janiah, irigasi dan lain lain. Kampung yang sebelumnya terisolasi kemudian dengan gotong royong dikeluarkan dari keterisolasian. Belakangan gotong royong itu diperkuat dengan adanya program PNPM-MP yang mengedepankan pendekatan partisipasi, sehingga bertemulah tradisi gotong royong dengan program yang mengandalkan partisipasi untuk membangun," katanya.


Terkait dengan monografi nagari tua tersebut  Wali Nagari Koto Ranah Asrizal menyebutkan nagari ini pada awalnya juga dibuka dengan gotongroyong dan itu yang diwarisi turun temurun.

Dari warih nan batolong, pusako nan bajawek, dari niniak turun kamamak, dari mamak turun ka kamanakan. Dahulu pada abad yang ke 14 Masehi, datanglah ninik nan batigo dari Daerah Hubuang Tigo Baleh yaitu dari Koto Kinari, Koto Muaro Paneh, Koto Anau. Niniak Nan Batigo bernama Niniak Nan Bagajabang, Niniak Nan Bagajabiang, Niniak Nan Barambuik Merah Badarah Putiah.

Manampuah jalan ka Bukik Sileh, manitih danau nan duo, Danau Ateh jo Danau Bawah taruih ka Bukik Kambuik tibo di Bukik Caliek (sebelah utara Nagari Muara Air). Di Bukik Caliek  istirsahat Ninik Mamak Nan Batigo, mamandang muko balakang kiri jo kanan, tabayang Ranah Bayang. Di kelokkan jalan ka Gunuang Gampo, manurun ka Bukik Gandun, mandaki ka Gunuang Gampo taruih jalan ka Ambacang Manih, Bukik Bulek taruih ka Koto Katinggian.

Karena tanahnya subur, maka Niniak Mamak Nan Batigo membuat usaha perkebunan dan cocok tanam di Koto Katinggian dengan gotongroyong. Setelah usaha berkembang, dijemputlah anak kemenakan ke Darek atau ke Nagari Nan Tigo.

Seiring perubahan waktu, anak kemenakan sudah berkembang, tanaman sudah membuahkan hasil pula di Koto Katinggian. Maka turunlah ninik mamak nan batigo mencari tempat baru, yaitu Koto Ranah. Dipancang dilantak tuga, di buek bateh jo sipadan, nagari kailie Batu Baiduang, kamudiak Lurah Sikabu, kasuok Batuang Taba sampai ka kaki  Gunuang Kulik Manih, ka kida Batu Bulek, Ambacang Manih sampai Kaki Gunuang Gampo.

Anak kemenakan terus berkembang, dibuatlah satu kesepakatan dengan musyawarah, sehingga Niniak Nan Batigo sepakat merambah nagari dengan gotong royong. Maka dibuat nagari Muaro Air dan Nagari Pancuang Taba. Koto Ranah di jadikan Nan Tuo dibawah pemerintahan Niniak Nan Bagajabang, Nan tangah untuk Muara Air di pimpin oleh Niniak Nan Bagajabiang, nan bungsu untuk nagari Pancuang Taba dipimpin oleh Niniak Nan Barambuik Merah Badarah Putiah. Dalam istilah sering juga disebut Si Tuo di Koto Ranah, Sitangah di Muaro Aie,  Si Bungsu di Pancuang Taba dengan sisomba yang terkenal "Pancuang Taba tingga di hulu, Muaro Aie datang mamandang, Koto Ranah Sipek mananti. Bahati saba anak kamanakan dahulu, untuang baiak nan ka datang, salamo iduik batali budi".

Kini, Nagari Koto Ranah, berpenduduk 1.364 orang (651 laki laki, 713 perempuan) dan RTM 164. Terdiri dari lima kampung yaitu Padang Pasir, Ranah Bayang, Limau Puruik, Taratak dan Bayang Janieh. Secara geografis Koto Ranah sendiri di bagian barat berbatasan dengan Tarusan, Muaro Aie, timur berbatasan dengan Lumpo dan selatan dengan Puluik Puluik.

Kesenian yang masih terjaga di sana adalah, randai, pencak silat, rabana indang, tari piriang, talempong dan rebana dzikir. Meski demikian kadang perkembangan kesenian sangat sulit, soalnya selalu terbenbtur dengan anggaran dan biaya.

Kehidupan agamanya sangat bagus di Koto Ranah. Disini terdapat empat masjid yakni Baitul Abrar, Baitul Khalis, Baitul Aman dan Baiturrahman. Dimasing masing masjid setiap harinya selalu  diisi dengan kegiatan kegamaan misalnya wirid, pengajian, TPA/TPSA, pendidikan MDA, Majlis Ta'lim, Taddarus, dan Jamaah Yasinan setiap minggu.

Selanjutnya komoditas utama yang diusahakan masyarakat adalah bawang merah, kakao, cabai, kacang tanah, padi. Selain itu juga ada ikan air tawar sekitar 15 hektar. Ada juga yang bergerak dibidang penggemukan sapi, ternak ayam buras dan itik darat. Bila anda ingin berkunjung ke nagari yang memiliki dua titian akar ini dapat diakses dari Pasar Baru Bayang dengan jarak 42 km.

      4.Muaro Aie

      5. Pancuang Taba

      6.Limau Gadang Pancuang Taba.

Nagari Limau Gadang Kecamatan Bayang Utara Pesisir Selatan adalah nagari diperbukitan yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Potensi tersebut terdiri dari lahan pertanian dan perkebunan, namun selama ini belum tergarap akibat minim sarana prasarana terutama jalan menuju lahan.

 

Walinagari setempat Azwir menyebutkan topografi nagari ini bergelombang, sehingga rumah di sini tersebar pada banyak tempat, ada yang di lembah, dilereng bukit atau adapula di puncak bukit yang datar. Bercocok tanam padi dan sayur-mayur adalah usaha warga Ngalau Gadang. Dari hasil itulah mereka menabung sedikit demi sedikit dan kemudian secara berangsur membuat rumah, membiayai pendidikan anak-anak mereka dan biaya kesehatan. 


Nagari Limau Gadang adalah kawasan unik. Unik karena secara geografis paling tinggi posisinya dibanding lainnya di Pesisir Selatan. Nagari ini berada sekitar 1000-1.200 meter di atas permukaan laut. Jika ditarik benang lurus mendatar, posisinya nyaris sejajar dengan Alahan Panjang, Kab Solok. Namun selama ini mereka terjebak ketertinggalan, kemiskinan dan keterisolasian.

Inilah pulalah nagari yang bersuhu paling dingin. Pada waktu tertentu suhu bisa mencapai 18-23 derajad celsius. Bila sore datang, angin Danau Diatas, Alahan Panjang Solok yang berhawa dingin akan berhembus menembus lembah dan menusuk ke Limau Gadang dan saat itu persis suhunya mirip Alahan Panjang.

 

Lalu jika ditarik benang tegak lurus, maka perbedaan ketinggan dengan Nagari Pancuang Taba sekitar 700 meter. Pancuangtaba terlihat sangat kecil dari Ngalau Gadang. Awan mengandung hujanpun terkadang mendarat dipinggang bukit di bawah nagari Ngalau Gadang. Diibaratkan, nagari ini adalah nagari "di atas awan".

Masyarakat setempat sebelum mekar dari nagari induk memikul beban berat untuk memperoleh pelayanan pemerintahan. Mereka untuk bisa mencapai ibu nagari induk harus berjalan menyisiri jalan sempit dipinggang bukit barisan dengan jurang yang sangat dalam. Dari Limau Limau sekitar empat kilo meter jaraknya, sementa alat transportasi adalah ojek dengan pengendara tangguh yang mampu menempuh pinggang bukit, jalan sempit dan tanjakan maut.

Ongkos besar harus dikeluarkan warga untuk membawa berbagai hasil pertanian. Satu ikat kulit manis sekali turun harus dibiayai sebesar Rp50.000, boleh dikata lebih besar biaya angkut ketimbang hasil. Untuk turun ke bawah atau ke ibu kecamatan warga Ngalau Gadang harus merogoh kantong Rp75 ribu, itu hanya untuk ongkos, belum lagi biaya makan dan sebagainya. Demikian sulitnya sarana transportasi di nagari tertinggal itu. Belum lagi jika disebut fasilitas lainnnya, tentu banyak yang kurang. Penanggungan yang entah kapan berakhirnya.

Untuk dapat berkembang, maka lewat dana desa warga setempat berhap berbagai fasilitas penunjang dapat dibangun. Misalnya jalan penghubung dari Pancuang Taba ke Ngalau Gadang via Limau Limau yang sangat-sangat buruk itu perlu segera ditingkatkan. Banyak titik titik longsor yang saban waktu siap menutup akses ke kampung tersebut. Berikutnya tenaga kesehatan yang representatif, tenaga dan bangunan sekolah SD sampai SLTA, sarana telekomunikasi. Jangan biarkan nagari tersuruk itu bergelut dengan ketertinggalannya.

Potensi besar yang tidak tergarap kini sedang menunggu. Nagari indah dan jauh dari polusi ini memiliki prospek cerah di bidang pertanian dan perkebunan. Jangankan bawang dan kol, markisa saja bisa tumbuh dan berbuah lebat di Limau Limau dan Ngalau Gadang. Warga setempat selama ini tidak mampu menggarap potensi disebabkan keterbatasan modal, ilmu dan buruknya sarana transportasi.

 

Kecamatan IV Nagari Bayang Utara, Kabupaten Pesisir SelatanSumatera Barat

Nagari