Menelusuri Jejak Pembalakan Hutan Pinggir Pantai Jalur Laut, Modus Baru Pembalakan di Pessel

  • Jun 07, 2025
  • Kompasnagari.kim.id
  • Artikel

Laporan : Haridman Kambang

Selain hutan TNKS yang rata rata berada disisi timur, maka Pesisir Selatan juga memiliki hutan lindung yang berada di pinggir pantai dengan nama Hutan Lindung Sempadan Pantai. Hutan Lindung Sempadan Pantai terhampar dari Ujung Tanjung Inderapura Kecamatan Pancung Soal hingga ke perbatasan Muko Muko Provinsi Bengkulu, kemudian di sekitar Kawasan Mandeh dan Sungai Pinang Koto XI Tarusan. Di total luasnya nyaris seribu hektare. Hutan tersebut kini menjadi sasaran pencurian tangan tidak bertanggung jawab. Hal itu diketahui setelah Tim Patroli hutan memergoki ratusan kubik balok kayu.

Setelah perambahan kawasan TNKS bisa di tekan, kini pembalak memilih Hutan Lindung Sempadan Pantai itu untuk dibalak dengan teknik dan strategi baru. Hutan yang persis berada di depan pantai dan jauh dari pengawasan masyarakat dan aparat, menjadi pembalak lebih enteng memobilisasi hasil curian ke daerah lain. Hanya dengan mendorong balok balok kayu beberapa meter, kayu sudah tercebur kelaut. Dilaut kapal seukuran perintis telah menunggu.

Saya coba mengembalikan ingatan pada kejadian 13 tahun sialm. Pembalakan hutan di pinggir pantai awalnya terendus tim Bappeda Pessel melakukan pengambilan gambar kondisi pinggir pantai dikawasan itu pada tanggal 22 Februari 2012 lalu. Herman, salah satu tim menyebutkan, saat melakukan pengambilan gambar tim memergoki sebuah kapal seukuran perintis tanpa nomor lambung sedang memuat kayu jarahan itu. Namun mengetahui tim Bappeda Pessel datang, kapal itu meninggalkan lokasi.

Temuan itu, kemudian ditindak lanjuti dengan diturunkannya tim patroli yang terdiri dari Polhut, TNI, dan tenaga teknis lainnya ke kawasan hutan sempadan pantai itu pada Minggu (5/3). Tim dengan menggunakan kapal patroli Dinas Kelautan meluncur ke lokasi sekitar Pukul 11.00 WIB. Persis di kawasan hutan Taluak Pulai ditemukan tumpukan kayu dibibir pantai.

Namun karena tidak memungkin untuk mendarat akibat gelombang besar, tim harus berbalik ke Nagari Air Uba. Dari Air Uba dengan menggunakan sepeda motor menyisiri pantai sekitar satu jam, akhirnya tim yang juga menyertakan sejumlah wartawan itu sampai di lokasi tumpukan kayu.

Terdapat sekitar tujuh tumpukan balok kayu disana, dengan jumlah kayu hampir seratus kubik. Tumpukan kayu itu berada persis di ujung jalan setapak yang dibuat pembalak untuk mengangkut kayu. Ujug jalan itu bak moncong goa dan jika ditapaki hingga ketengah hutan menyerupai lorong panjang. Artinya terdapat tujuh buah lorong menusuk kedalam hutan pinggir pantai di Taluak Pulai.

Di depan moncong lorong itu adalah pasir dan lautan luas. "Menurut informasi yang kami terima, kapal pengangkut kayu hasil curian bisa mendekat hingga seratus meter dari bibir pantai. Ini modus baru pencurian hasil hutan. Mengangkut dan menjual kayu menggunakan jalur laut," kata Nasrul Abit, dalam operasi tersebut.

Setelah dilakukan pengecekan ke kampung terdekat, tidak satupun warga yang mengaku tahu pelaku pembalakan itu. Kepala kampung, wali nagari hingga camat sekalipun, semua menggelengkan kepala.

Namun warga mengaku, bahwa untuk jangka waktu tertentu, kapal sekelas perintis memang sering tampak menurunkan jangkar di depan pantai Taluak Pulai Itu. Tapi warga setempat tidak mengetahui aktifitas apa yang dilaksanakan disana.

Ketika itu Kepala Dinas Kehutanan Pesisir Selatan Edi Suhartono menyebutkan, ia juga baru mengetahui adanya pembalakan Hutan Lindung Sempadan Pantai disana. Sebelumnya tidak ada laporan pembalakan. Menurutnya, terjadinya pembalakan di kawasan pinggir pantai disebabkan lokasi yang sulit untuk di pantau.

"Medannya berat dan jauh dari permukiman warga. Tidak ada akses jalan yang bisa menghubungkan kawasan itu, kecuali lewat jalur laut atau pinggir pantai bila pasang surut. Jalur pantaipun jaraknya sangat terbatas, karena ada beberapa muara yang harus dilewati," kata Edi Suhartono.

Persoalan lainnya yang dihadapi instansi yang dipimpinnya itu adalah keterbatasan tenaga. "Polisi hutan kita terbatas, termasuk tenaga teknis dilapangan lainnya, ini juga menyebabkan mudahnya pencuri kayu melakukan aksinya," katanya lagi.

Kisah itu memang telah lama berlalu. Namun saat ini kita perlu mencermati kejadian seperti itu apakah masih berlangsung? Pessel tidak boleh lengah atas pengawasan hutan.