Kearifan Lokal untuk Perlindungan Harimau Sumatera

  • Mar 23, 2025
  • Kompasnagari.kim.id
  • Flora & Fauna

Pada budaya populer

Di Sumatera Selatan, harimau dikenali pula dengan nama nek ngau dan setue. Makna setue adalah sosok yang dihormati atau dituakan.

Di kawasan seperti hutan adat Tebat Benawa, hewan ini begitu dihormati. Hewan ini kerap terlihat di lahan warga memang, namun tak pernah menyerang. Itu karena hewan ini dianggap hidup berdampingan dengan manusia. Bahkan hutan itu adalah kawasan habitat hutan sumatra, sehingga tiadalah yang hendak bercocok tanam di sana.

Bagi rakyat Sumatera, harimau merupakan hewan yang disegani. Rakyat Sumatera Barat, sebagian Aceh terutama Kabupaten Aceh BaratKabupaten Aceh Barat Daya dan Kabupaten Aceh Selatan pantang menyebut harimau dengan namanya.

Mereka memanggil harimau dengan sebutan "inyiak" , datuk, atau nenek. Di Sumatera Utara, harimau dipanggil "ompung" sementara di Kerinci sebutannya "hangtuo" (orangtua).

Suku Kluet di Aceh Selatan memiliki tari ritual Landok Begu. Tarian ini menirukan gerak harimau yang gesit. Tari Landok Begu ditarikan sebagai upaya agar harimau tidak mengganggu penduduk setempat.

Kondisi di Habitat Sekarang

Harimau sumatra adalah populasi Panthera tigris sondaica yang mendiami pulau SumatraIndonesia dan satu-satunya anggota subspesies harimau sunda yang masih bertahan hidup hingga saat ini. Ia termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam punah (critically endangered) dalam daftar merah spesies terancam yang dirilis Lembaga Konservasi Dunia IUCN.

Populasi liar diperkirakan antara 400-500 ekor, terutama hidup di Pegunungan Bukit Barisan dan taman-taman nasional di Sumatra. Uji genetik mutakhir telah mengungkapkan tanda-tanda genetik yang unik, yang menandakan bahwa subspesies ini mungkin berkembang menjadi spesies terpisah, bila berhasil lestari.

Penghancuran habitat merupakan ancaman terbesar terhadap populasi saat ini. Pembalakan tetap berlangsung bahkan di taman nasional yang seharusnya dilindungi. Tercatat 66 ekor harimau sumatra terbunuh antara tahun 1998 dan 2000.

Beberapa waktu lalu, di Kecamatan Koto XI Tarusan Harimau Sumatera di temukan masuk perangkap hingga akhirnya mati. Sebelumnya di Sutera tepatnya di Teratak Paneh Amping Parak Timur seekor anak harimau juga ditemukan mati pada jerat babi. Hal tersebut adalah sekelumit kasus proses pengrusakan kenapa populasi hewan yang dilindungi ini terus menyusut di Pesisir Selatan Suamtera Barat.

Penyebab lainnya adalah, pembabatan hutan dan illegal loging, juga nerupakan sebab utama menyusutnya populasi harimau sumatera (Panthera Tigris Sumatrae). Diduga hanya ada sekitar 136 individu harimau sumatera bertahan hidup di seluruh wilayah TNKS, kondisi ini sudah sangat mengkhawatirkan. Bila dikerucutkan lagib di TNKS Pessel populasi yang ada tentu jauh lebih sedikit. Mungkin hanya tinggal puluhan ekor saja.

Menurut Balai TNKS di Pesisir Selatan, pembabatan hutan dan illegal loging tersebut telah menyebabkan terdesaknya habitat alami harimau sumatra. Mereka tidak punya ruang yang cukup untuk bisa bertahan hidup sebagai mana biasanya.

Pembabatan hutan mengakibatkan serangkaian tindakan ancaman lainnya bagi harimau sumatera. Artinya tidak sekedar membabat, namun adapula kegiatan tambahan. Misalnya setelah membabat mereka melakukan perburuan, para pelaku illegal loging dan perambah hutan biasanya akan melakukan tindakan perburuan terhadap harimau sumatera dan satwa lain. Pembabatan dan perburuan biasanya serangkai.

Selain itu, dengan terjadinya pembabatan hutan dengan sendirinya habitat dan lingkungan harimau sumatera kian terdesak, demikian pula dengan sumber makanan harimau sumatera juga akan habis. Ini adalah konsekwensi lainnya dari tindakan tidak bertanggung jawab tersebut.

Jika wilayah territorial harimau sumatera telah dibabat atau dirambah, harimau sumatera tersebut mencoba mencari wilayah kekuasaan lain untuk bisa mencari makanan, namun pada akhirnya ia tidak bisa bertahan hidup di wilayah baru.

Selain hal tersebut, pembukaan jalan baru yang melintasi wilayah harimau sumatra juga menjadi ancaman bagi hewan yang telah diambang kepunahan tersebut. Kondisi tersebut juga mempersempit wilayah harimau.

Pembabatan hutan, illegal loging dan pembukaan jalan selain telah mempersempit ruang gerak harimau, juga telah mempermudah akses bagi pemburu untuk membunuh atau menjerat hewan tersebut, sehingga tidak jarang kita menemukan sejumlah harimau mati akibat dijerat.

Selanjutnya, konflik manusia dengan satwa satwa di TNKS secara perlahan akan memperburuk kondisi satwa yang menduduki puncak piramida rantai makanan di wilayah TNKS. Manusia memiliki kepentingan dan motifasi untuk melakukan aktifitas di hutan. Mulai dari sekedar mencari kayu bakar hingga meburu hewan lain yang seharusnya menjadi sumber makanan bagi harimau sumatera.

Meski tidak bisa menaksir kecepatan pembabatan hutan di TNKS yang terlaksana secara massif tersebut, Kamaruzaman berharap perlu menyatukan persepsi bagi penyelamatan TNKS dan seluruh isinya tersebut. Pemerintah kabupaten hingga nagari, kemudian masyarakat memiliki cara pandang yang sama untuk melestarikan hewan langka tersebut.

Dalam rangka mensinerjikan dan mengoptimalkan upaya upaya pelestarian satwa tersebut, Pemerintah Indonesia melalui Depertemen Kehutanan bersama pihak terkait telah merevisi dan menyusun kembali Dokumen Stategi dan Rencana Aksi Konservasi Harimau Sumatera tahun 2004.

Dan itu telah ditetapkan melalui  Permenhut No P.42/ Menhut/II/2007 tentang Stategi dan Rencana Aksi Konservasi Harimau Sumatera 2007-2017, mudah mudahan harimau sumatera terselamatkan.